Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BIASAKAN ANAK MEMBANTU



Baru-baru ini saya membaca berita tentang kasus KDRT seorang artis. Saya tidak terlalu mengikuti sih, sekedar baca berita yang lewat saja. Nah, yang terakhir saya baca tentang artis itu, konon si suami di rumah diperlakukan seperti budak atau pembantunya (kata adik iparnya). Di rumah, si suami itu mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mencuci, menyapu, mengepel lantai, dan pekerjaan lain yang seolah hanya identik dengan perempuan.


Di rumah saya, suami terbiasa melakukan hal demikian. Jika ada di rumah, dia biasa saja melakukan seperti itu. Dia bisa memasak, bahkan ada kalanya saya malah disuruh mengerjakan pekerjaan lain. Dia membantu saya melakukan tigas rumah tangga lainnya, dengan catatan; moodnya lagi bagus ya, gaes🤭🤭🤭😅😅


Hal demikian tidak hanya terjadi di rumah. Saya tahu sendiri ada banyak teman saya yang suaminya juga membantu dengan suka rela. Kenapa di rumah artis kayak tabu, ya?


Setiap kali saya main ke rumah bude saya, menjelang lebaran anak-anaknya datang. Tiga yang perempuan membantunya menyiapkan buka puasa dan hantaran, sementara para anak lelakinya membersihkan rumah, mengelap kaca jendela, dan jika selesai mereka tak segan turun ke dapur membantu masak. Demikian pula halnya para menantu dan para cucu. Kompak. Jadi saya pun sangat ingin adik saya segera besar, juga pengen punya keluarga yang suami dan anak-anak tak segan turun tangan membantu meringankan pekerjaan saya. 


Anak-anak saya, sejak dini sudah saya biasakan demikian. Namanya anak-anak, ada kalanya lupa, menolak, tapi tetap perlu dilatih. 


Untuk Rani si sulung, ketika belum mondok tugasnya menyapu dan membantu menjemur pakaian. Raka membereskan tempat tidur; merapikan bantal guling. Kamar sendiri jaga kerapian masing-masing. 


Kalau sekarang, Rani yang sudah mondok, jika pulang juga membantu memasak, mencuci, menjemur, melipat baju, dan lainnya. Sedangkan menyapu menyapu menjadi tugas Raka, dan Raisha yang merapikan tempat tidur. Ia juga bisa membereskan mainannya sendiri.


Enak dong punya asisten? Saya sih nggak merasa menjadikan anak-anak saya pembantu. Jujur, memang sangat menolong meringankan pekerjaan saya. Akan tetapi yang saya tekankan adalah pembiasaan agar mereka lebih mandiri nantinya. Setelah SD mereka juga akan masuk tahap mondok, di mana akan ada banyak hal yang harus dilakukan tanpa orang tua di samping mereka. 


Terkadang anak-anak memang tak selalu melakukannya dengan suka rela. Mereka jenuh, bosan, capek, dan sering agak lamban. But training must go on. 


Menyampaikan perintah tapi tidak dengan kalimat perintah, bisa menjadi salah satu trik jitu anak nunut. Misalnya:

"Adik, mau bantu Mama beresin mainan?

"Hari ini mau ada Mbah sama Ummi. Kalau ruang tamu kocar-kacir, gimana yaa?

"Mama bisa minta tolong jemur baju, nggak?"

...

Jika hatinya sedang riang, sering saya mendapati Raka membantu cuci piring. Kalau saya tidak enak badan, Raisha sibuk mengambilkan air, mencari obat. Ya..kelihatannya sepele ya? Namun hal itu itu juga menjadi latihan pembentukan karakter mereka. 


Ketika anak-anak mau melakukan sebuah pekerjaan, membantu orang lain, saya tidak memberikan apa-apa. Sekedar ucapan, "Terima kasih ya sudah bantu Mama. Anak-anak shalih dan shalihah."

Mereka sudah seneng, menghambur ke pelukan.


Mengajarkan mereka membantu dan bekerja, bagi saya juga melatih mereka, agar kelak jika sudah dewasa dan berumah tangga, mereka akan bisa bekerja sama dengan pasangannya mengurus rumah. 


Bukankah Rasulullah SAW juga kerap melakukan pekerjaan rumah tangga? Dalam sebuah riwayat, beliau menjahit baju sendiri, memerah susu kambing sendiri, juga bisa melayani dirinya sendiri.

Rumah tangga Rasulullah adalah bukti kesetaraan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Putri-putri beliau juga bekerja sendiri, meski ayahnya seorang Nabi. 


Tidak salah kan jika saya berusaha meneladani?



1 komentar untuk "BIASAKAN ANAK MEMBANTU"